Rabu, 26 November 2014

Kontrak atau Perjanjian Dalam Bisnis

1.      Pengertian Perjanjian
Menurut pasal 1313 yang dimaksud dengan kontrak/perjanjian  adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan  dirinya terhadap satu orang atau lebih dimana satu pihak berjanji akan memberikan prestasi dan pihak yang lainnya berhak untuk mendapatkan/menerima kontraprestasi.

2.      Syarat-syarat Sahnya suatu Perjanjian
a.      Syarat Subyektif
Merupakan syarat yang mengatur tentang orang atau subyeknya yang mengadakan suatu perjanjian atau kontrak tertentu.
Yang termasuk dalam syarat subyektif adalah sebagai berikut :
·         Adanya Kesepakatan
Maksudnya adalah kedua belah pihak yang mengadakan suatu perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian tersebut.
Kesepakatan mengandung cacat apabila terbentuk karena paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling), atau penipuan (bedrog).
·         Kecakapan Bertindak
Maksudnya adalah setiap orang yang akan melakukan suatu perjanjian atau perbuatan hukum harus orang yang sudah dewasa dan sehat mental/pikirannya.
Menurut KUHPerdata, usia dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki, dan 19 tahun bagi wanita. Sedangkan menurut UU no. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 tahun bagi laki-laki, dan 16 tahun bagi wanita. Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata, karena telah berlaku secara umum di Indonesia.
Menurut pasal 1330 KUHPerdata, orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah:
·         Orang yang belum dewasa
·         Orang yang tidak sehat mental
·         Orang yang sedang dicabut haknya
·         Badan hukum atau orang yang sedang pailit
Pailit maksudnya adalah orang yang tidak mampu membayar sedikitnya satu utang yang sudah jatuh tempo (bangkrut).
-      Pemboros (orang yang suka judi)

3.      Asas-asas dalam Kontrak atau Perjanjian
a.       Asas Konsensualisme
Merupakan asa yang berkenaan dengan terbentuknya suatu perjanjian. Bentuk perjanjian bebas dan tercapai secara tidak formil, tetapi cukup melalui perjumpaan kehendak atau konsensus.
b.      Asas Kekuatan Mengikat
Merupakan asas yang merujuk pada akibat dibuatnya perjanjian. Bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah mereka sepakati yang merupakan suatu hal yang terberi. Kehidupan masyarakat hanya mungkin berjalan dengan baik jika seseorang dapat mempercayai perkataan orang lain. Kesetiaan pada janji yang diberikan merupakan bagian dari persyaratan yang dituntut akal budi alamiah.
c.       Asas Kebebasan Berkontrak
Merupakan asas yang menyangkut isi perjanjian. Para pihak bebas mengikatkan diri kepada siapapun, menentukan cakupan isi suatu perjanjian dengan catatan bahwa ia tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum ataupun kesusilaan.

4.      Akibat Perjanjian
Perjanjian yang dibuat secara sah menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Hal tersebut mengandung arti bahwa perjanjian tidak dapat dibatalkan secara sepihak.

5.      Batal dan Pemabatalan Suatu Perjanjian
a.    Apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum. Batal demi hukum maksudnya adalah peristiwa tersebut tidak pernah dianggap ada oleh pengadilan.
b.  Apabila syarat subyektif tidak terpenuhi (ada kekurangan), maka perjanjian tersebut bukannya batal demi hukum, akan tetapi dapat dimintakan pembatalan (cancelling) oleh salah satu pihak. Dapat dimintakan pembatalan mengandung dua pilihan yaitu, akan dilanjutkan atau dibatalkan.


Sumber/Referensi :
Siti Zulaekhah, SH.MH (Dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan)
http://amelia27.wordpress.com/2008/12/03/syarat-sahnya-perjanjian pasal-1320-kuhperdata/
http://www.slideshare.net/RiniJulianti/hukum-perjanjian-kuliah-2

Selasa, 25 November 2014

Maatschap (Persekutuan Perdata)

1.      Pengertian Maatschap

Maatschap (persekutuan perdata), sebagai badan usaha diatur dalam pasal 1618-1652 KUHPdt. Dalam pasal 1618 dijelaskan bahwa:
Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian dengan nama dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya.
Sesuatu” disini dapat diartikan dalam arti luas, yaitu bisa berupa uang atau juga bisa berupa barang-barang lain, ataupun kerajinan yang dimasukkan kedalam persekutuan sebagai kontribusi dari anggota atau mitra yang bersangkutan. ‘kerajinan’ yang dimaksud juga bisa berupa tenaga atau ketrampilan yang dimasukkan kedalam persekutuan karena hal ini merupakan syarat mutlak bagi terbentuknya maatschap.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam KUHPer, dapat disimpulkan bahwa maatschap setidaknya mengandung unsur-unsur dibawah ini: 
a.      bertindak secara terang-terangan 
b.      harus bersifat kebendaan
c.     untuk memperoleh keuntungan
d.     keuntungan dibagi-bagikan antara  para anggotanya
e.     kerjasama ini tidak nyata tampak keluar atau tidak diberitahukan kepada umum
f.      harus ditujukan pada sesuatu yang mempunyai sifat yang dibenarkan dan diizinkan
g.     diadakan untuk kepentingan bersama anggotanya

Ciri-ciri persekutuan perdata:
a.         Adanya perjanjian antara dua orang atau lebih
b.         Para pihak memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan (inbreng)
c.         Tujuan memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan dari hasil usaha yang dilakukan secara bersama-sama
Dalam pasal 1619 ayat (1) KUHPdt yang berisikan “usaha persekutuan usaha yang halal dan dibuat untuk manfaat bersama para pihak”, pasal yang menjelaskan bahwa bidang usaha yang dapat dilakukan oleh persekutuan sesuatu yang bermanfaat bagi para sekutu.
Dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan sarana seperti yang dijelaskan dalam pasal 1619 ayat (2) KUHPdt, yaitu:“masing-masing sekutu diwajibkan memasukkan uang, barang, dan keahliannya ke dalam persekutuan”.

2.      Jenis-jenis Maatschap
a. Maatschap Umum (Pasal 1622 BW)
Maatschap umum meliputi apa saja yang akan diperoleh para sekutu sebagai hasil usaha mereka selama maatchap berdiri. Maatschap jenis ini usahanya bisa bermacam-macam (tidak terbatas) yang penting inbrengnya ditentukan secara jelas/terperinci.
b. Maatschap Khusus (Pasal 1623 BW)
Maatschap khusus (bijzondere maatschap) adalah maatschap yang gerak usahanya ditentukan secara khusus, bisa hanya mengenai barang-barang tertentu saja, atau pemakaiannya, atau hasil yang akan didapat dari barang-barang itu, atau mengenai suatu usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap. Jadi, penentuannya ditekankan pada jenis usaha yang dikelola oleh maatshap (umum atau khusus), bukan pada inbrengnya. Mengenai inbreng, baik pada maatschap umum maupun maatschap khusus harus ditentukan secara jelas/terperinci. Kedua maatschap ini dibolehkan. Yang tidak dibolehkan adalah maatschap yang sangat umum yang inbrengnya tidak diatur secara terperinci seperti yang disinggung oleh Pasal 1621 BW. 

3.      Pendirian Maatschap
Menurut Pasal 1618 BW, maatschap adalah persekutuan yang didirikan atas dasar perjanjian. Menurut sifatnya, perjanjian itu ada dua macam golongan, yaitu perjanjian konsensual (concensuelle overeenkomst) dan perjanjian riil (reele overeenkomst). Perjanjian mendirikan maatschap adalah perjanjian konsensual, yaitu perjanjian yang terjadi karena ada persetujuan kehendak dari para pihak atau ada kesepakatan sebelum ada tindakan-tindakan (penyerahan barang). Pada maatschap, jika sudah ada kata sepakat dari para sekutu untuk mendirikannya, meskipun belum ada inbreng, maka maatschap sudah dianggap ada.
Undang-undang tidak menentukan mengenai cara pendirian maatschap, sehingga perjanjian maatschap bentuknya bebas. Tetapi dalam praktek, hal ini dilakukan dengan akta otentik ataupun akta dibawah tangan. Juga tidak ada ketentuan yang mengharuskan pendaftaran dan pengumuman bagi maatschap, hal ini sesuai dengan sifat maatschap yang tidak menghendaki adanya publikasi (terang-terangan).
Perjanjian untuk mendirikan maatschap,disamping harus memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 BW, juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       tidak dilarang oleh hukum.
b.      tidak bertentangan dengan tatasusila dan ketertiban umum.
c.       harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar, yaitu keuntungan.
Maatschap merupakan bentuk permitraan yang paling sederhana karena:
a.       Dalam hal modal, tidak ada ketentuan tentang besarnya modal, seperti yang berlaku dalam  Perseroan Terbatas (PT) yang menetapkan besar modal minimal, saat ini adalah minimal Rp. 50.000.000,00- (lima puluh juta rupiah).
b.      Dalam rangka memasukkan sesuatu dalam persekutuan atau maatschap, selain berbentuk uang atau barang, boleh menyumbangkan tenaga saja.
c.       Lapangan kerjanya tidak dibatasi, juga bisa dalam bidang perdagangan.
d.      Tidak ada pengumuman kepada pihak ketiga seperti yang dilakukan dalam Firma.

4.      Keanggotaan Maatschap
Keanggotaan suatu maatschap penekanannya diletakkan pada sifat kapasitas kepribadian (persoonlijke capaciteit) dari orang (sekutu) yang bersangkutan. Pada asasnya maatschap terikat pada kapasitas kepribadian dari masing-masing anggota, dan cara masuk-keluarnya ke dalam maatschap ditentukan secara statutair (tidak bebas). Adapun sifat kapasitas kepribadian dimaksud diutamakan, seperti: sama-sama seprofesi, ada hubungan keluarga, atau teman karib.
BW (Bab VIII) sendiri juga tidak melarang adanya maatschap antara suami-istri. Meskipun tidak dilarang, maatschap yang didirikan antara suami-istri, dimana ada kebersamaan harta kekayaan (huwelijk gemeenschap van goederen), maka maatschap demikian tidak berarti apa-apa, sebab kalau ada kebersamaan harta kekayaan (harta perkawinan), maka pada saat ada keuntungan untuk suami-istri itu tidak ada bedanya, kecuali pada saat perkawinan diadakan perjanjian pemisahan kekayaan. 

5.      Asas Kepentingan Bersama dalam Maatshap
Asas kepentingan bersama dalam maatschap, tercantum dalam pasal 1628-1631 BW:
a.       Kewajiban untuk mengganti rugi untuk kesalahan yang dilakukan sekutu diatur dalam Pasal 1630.
b.      Perihal aturan untuk sekutu yang memasukan inbreng dalam bentuk barang diatur dalam Pasal 1631.

6.      Tanggungjawab Sekutu Maatschap
Para sekutu Maatschap bisa membuat perjanjian khusus dalam rangka menunjuk salah seorang diantara mereka atau orang ketiga sebagai pengurus Maatschap (gerant mandataire). Menurut Pasal 1637 BW, pengurus yang ditunjuk itu berhak melakukan semua tindakan kepengurusan yang ia anggap perlu, walaupun tidak disetujui oleh beberapa sekutu, asalkan dilakukan dengan itikad baik. Jadi pengurus dapat bertindak atas nama persekutuan dan mengikat para sekutu terhadap pihak ketiga dan sebaliknya pihak ketiga terhadap para mitra selama masa penunjukkan (kuasa) itu berlaku. Para sekutu tentu saja masih bebas untuk menggeser atau mengganti pengurus dengan mandat tersebut. Selama pengurus yang ditunjuk itu ada, maka maka sekutu yang bukan pengurus tidak mempunyai kewenangan untuk bertindak atas nama Maaschap dan tidak bisa mengikat para sekutu lainnya dengan pihak ketiga.
Bila tidak ada penunjukan secara khusus mengenai pengurus, Pasal 1639 BWmenetapkan bahwa setiap sekutu dianggap secara timbal balik telah memberi kuasa, supaya yang satu melakukan pengurusan terhadap yang lain, bertindak atas nama Maatschap dan atas nama mereka. Jadi, berkenaan dengan tanggungjawab intern antara sekutu, kecuali dibatasi secara tegas dalam perjanjian pendirian Maatschap, setiap sekutu berhak bertindak atas nama Maatschap dan mengikat para sekutu terhadap pihak ketiga dan pihak ketiga terhadap sekutu.
a.      Hubungan Intern Sekutu Maatschap
Perjanjian maatschap tidak mempunyai pengaruh ke luar (terhadap pihak ketiga), dan pesertalah yang semata-mata mengatur bagaimana caranya kerjasama itu berlangsung, demikian juga pembagian keuntungan yang diperoleh bersama diserahkan sepenuhnya kepada mereka sendiri untuk mengaturnya dalam perjanjian maatschapnya.
Hanya undang-undang mengadakan pembatasan terhadap kebebasan mengatur pembagian keuntungan itu, berupa dua ketentuan:
·         Para sekutu tidak boleh memperjanjikan bahwa mereka akan menyerahkan pengaturan tentang besarnya bagian masing-masing kepada salah seorang dari mereka atau kepada seorang pihak ketiga (Pasal 1634 BW).
·         Para sekutu tidak boleh memperjanjikan bahwa kepada salah seorang akan diberikan semua keuntungan (Pasal 1635 BW)
Pengangkatan pengurus Maatschap dapat dilakukan dengan dua cara (Pasal 1636), yaitu:
·         Diatur sekaligus bersama-sama dalam akta pendirian maatschap. Sekutu maatschap ini disebut “sekutu statuter” (gerant statutaire);
·         Diatur sesudah persekutuan perdata berdiri dengan akta khusus. Sekutu pengurus ini dinamakan “sekutu mandater” (gerant mandataire).
·         Menurut Pasal 1636 (2) BW, selama berjalannya maatschap, sekutu statuter tidak boleh diberhentikan, kecuali atas dasar alasan-alasan menurut hukum, misalnya tidak cakap, kurang seksama (ceroboh), menderita sakit dalam waktu lama, atau keadaan-keadaan/peristiwa-peristiwa yang tidak memungkinkan seorang sekutu pengurus itu melaksanakan tugasnya secara baik.
·         Sekutu statuter diberhentikan oleh maatschap itu sendiri. Atas pemberhentian itu sekutu statuter dapat minta putusan hakim tentang soal apakah pemberhentian itu benar-benar sesuai dengan kaidah hukum. Sekutu statuter bisa minta ganti kerugian bila pemberhentian itu dipandang tidak beralasan.
·         Sekutu mandater kedudukannya sama dengan pemegang kuasa, jadi kekuasaannya dapat dicabut sewaktu-waktu atau atas permintaan sendiri.
·         Para sekutu dapat menetapkan orang luar yang cakap sebagai pengurus kalau diantara para sekutu tidak ada yang dianggap cakap atau mereka tidak merasa cakap untuk menjadi pengurus. Jadi, ada kemungkinan pengurus maatschap adalah bukan sekutu. Hal ini dapat ditetapkan dalam akta pendirian maatschap atau dalam perjanjian khusus.
b.      Hubungan Ekstern Sekutu Maatschap
Menurut Pasal 1642 s/d 1645 BW, pertanggungjawaban sekutu maatschap terhadap pihak ketiga adalah sebagai berikut:
·         Pada asasnya, bila seorang sekutu maatschap mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa dia berbuat untuk kepentingan persekutuan.
·         Perbuatan sekutu baru mengikat sekutu-sekutu lainnya apabila :
·         Sekutu tersebut diangkat sebagai pengurus secara gerant statutaire
·         Nyata-nyata ada surat kuasa dari sekutu-sekutu lain;
·         Hasil perbuatannya atau keuntungannya telah nyata-nyata dinikmati oleh persekutuan
·         Bila beberapa orang sekutu maatschap mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka para sekutu itu dapat dipertanggungjawabkan sama rata, meskipun inbreng mereka tidak sama, kecuali bila dalam perjanjian yang dibuatnya dengan pihak ketiga itu dengan tegas ditetapkan imbangan pertanggungjawaban masing-masing sekutu yang turut mengadakan perjanjian itu.
·         Bila seorang sekutu mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga atas nama persekutuan (Pasal 1645 BW), maka persekutuan dapat langsung menggugat pihak ketiga itu. Disini tidak diperlukan adanya pemberian kuasa dari sekutu-sekutu lain.

7.      Pembagian Keuntungan dan Kerugian dalam Maatschap
Tentang tata cara pembagian keuntungan dalam maatschap diatur dalam pasal 1633 – 1644 BW:
a.       Keuntungan Maatschap harus dibagi secara seimbang dan proporsional.
b.      Keuntungan tidak boleh diperjanjikan untuk dibagi hanya kepada satu pihak atau pihak ketiga saja.
c.       Pasal 1635 menjelaskan bahwa janji untuk membagi keuntungan hanya pada satu pihak maka perjanjian tersebut batal demi hukum, sedangkan perjanjian untuk membagi kerugian hanya pada satu pihak diperbolehkan.

8.      Maatschap Bukan Badan Hukum
Dari sudut pertanggungjawaban, bisa juga disimpulkan bahwa Persekutuan Perdata (maatschap) bukanlah badan hukum, karena bila ia disebut badan hukum maka seorang sekutu yang melakukan perbuatan atas nama persekutuan, persekutuanlah yang terikat dengan pihak ketiga dan bukan sekutu yang berbuat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1644 BW. Bila maatschap ingin dipaksakan menjadi badan hukum, maka tentu ada keharusan bagi maatschap untuk memenuhi syarat-syarat sebagai badan hukum, seperti ;
a.      Pengesahan dari Kementrian Hukum dan HAM.
b.      Pendaftaran dalam Daftar Perusahaan.
c.       Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara RI.

9.      Berakhirnya atau Bubarnya Maatschap
Dalam pasal 1646 KUHPer, suatu maatschap dengan sendirinya bubar bila terjadi salah satu dari peristiwa dibawah ini:
a.       lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian maatschap;
b.      musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok permitraan;
c.       atas kehendak beberapa atau seseorang sekutu;
d.      jika seorang sekutu ditempatkan dibawah pengampuan atau dinyatakan pailit
Bila maatschap bubar, maka harta kekayaan maatschap akan dibagi kepada anggota maatschap berdasarkan perjanjian terdahulu, setelah dikurangi utang-utang terhadap pihak ketiga. Bila kekayaan maatschap justru tidak cukup untuk membayar utang, maka utang tersebut akan ditanggung bersama (tanggung renteng) oleh para sekutu berdasarkan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.

Referensi :